Apa mauku
Apa maumu
Selalu saja menjadi
Satu masalah yang tak kunjung henti
Selalu saja menjadi
Satu masalah yang tak kunjung henti
Bukan maksudku
Bukan maksudmu
Untuk selalu
Meributkan hal yang itu-itu saja
Untuk selalu
Meributkan hal yang itu-itu saja
Mengapa kita saling membenci
Awalnya kita selalu memberi
Apakah mungkin hati yg murni
Sudah cukup berarti
Awalnya kita selalu memberi
Apakah mungkin hati yg murni
Sudah cukup berarti
Ataukah kita belum mencoba
Memberi waktu pada logika
Jangan seperti selama ini
Hdup bagaikan air dan api
Memberi waktu pada logika
Jangan seperti selama ini
Hdup bagaikan air dan api
Syair di atas tentunya pernah kita dengar, judulnya Air dan Api yang dibawakan oleh grup band Naif. Saya kenal lagu ini dari semenjak di sekolah menengah, namun baru menemukan makna yang menarik di baliknya saat menjadi mahasiswa. Tepatnya suatu hari saya berkesempatan mengikuti pelatihan mahasiswa tolak kekerasan yang diadakan oleh ICIP. Kebetulan salah satu pematerinya adalah Fahd Djibran, penulis terkenal yang masih kakak kelas saya di ma'had. Di akhir sesi pelatihan beliau menampilkan lagu Air dan Api dari Naif ini.
Dalam hidup ini saya pernah melihat baik individu maupun kelompok yang seperti Air dan Api. Ya air dan api adalah dua unsur yang memang saling menafikan. Kalau air lebih banyak dari api, api akan mati. Kalau api lebih besar dari pada air, air yang akan menguap. Initinya analogi air dan api ini adalah dua pihak yang ingin menafikan satu sama lain. Apa mauku, apa maumu.. Awal dari permasalahannya adalah kemauan. Masing-masing memiliki kemauan atau kepentingan. Terkadang kepentingan ini saling berlawanan yang melahirkan konflik. Masing-masing ngotot dengan kepentingan masing-masing dan tidak mau mengalah. Selalu saja menjadi, satu masalah yang tak kunjung henti. Seringkali konflik ini seolah tak ada ujungnya, bahkan diwariskan dari generasi ke generasi.
Bukan maksudku, bukan maksudmu. Saya fikir tidak ada yang benar-benar bermaksud membuat konflik. Pastinya setiap orang ingin damai. Namun terkadang egoisme dan kesalahfahaman menjadi penyebab timbulnya konflik. Untuk selalu meributkan hal yang itu-itu saja. Yang lebih lucu adalah dalam sebuah perselisihan, yang diributkan hal yang itu-itu saja. Dalam bisang keagamaan misalnya ada perselisihan antara golongan A dengan golongan B, coba perhatikan,isu-isu yang dibahas ya yang itu-itu saja. Terus menerus diulang-ulang tanpa bosan.
Mengapa kita saling membenci, awalnya kita selalu memberi. Oleh karena itu hendaknya pihak yang berselisih kembali saling introspeksi, kenapa sih harus saling membenci? Padahal sebelum-sebelumnya biasa-biasa saja. Hal ini patut direnungkan. Apa tidak bosan terus-terusan berselisih? Apakah mungkin hati yang murni, sudah cukup berarti. Saatnya kembali menggunakan hati yang murni, mendengarkan suara hati. Jangan-jangan selama ini hawa nafsu atau egoisme yang menguasai, sehingga hati nurani menjadi tak berarti. Ataukah kita belum mencoba, memberi waktu pada logika. Lalu coba akal sehatnya digunakan lagi, apa untungnya sih terus menerus konflik? Yang ada buang-buang waktu dan energi. Lagi-lagi egoisme dan hawa nafsu mengalahkan suara akal sehat ini. Jangan seperti selama ini, hidup bagaikan air dan api. Intinya ya jangan terus menerus seperti air dan api. Yang saling menafikan. Coba dicari win-win solution. Kalau memang ternyata buntu, ya sepakat untuk tidak sepakat. Setelah itu, berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Mengapa kita saling membenci, awalnya kita selalu memberi. Oleh karena itu hendaknya pihak yang berselisih kembali saling introspeksi, kenapa sih harus saling membenci? Padahal sebelum-sebelumnya biasa-biasa saja. Hal ini patut direnungkan. Apa tidak bosan terus-terusan berselisih? Apakah mungkin hati yang murni, sudah cukup berarti. Saatnya kembali menggunakan hati yang murni, mendengarkan suara hati. Jangan-jangan selama ini hawa nafsu atau egoisme yang menguasai, sehingga hati nurani menjadi tak berarti. Ataukah kita belum mencoba, memberi waktu pada logika. Lalu coba akal sehatnya digunakan lagi, apa untungnya sih terus menerus konflik? Yang ada buang-buang waktu dan energi. Lagi-lagi egoisme dan hawa nafsu mengalahkan suara akal sehat ini. Jangan seperti selama ini, hidup bagaikan air dan api. Intinya ya jangan terus menerus seperti air dan api. Yang saling menafikan. Coba dicari win-win solution. Kalau memang ternyata buntu, ya sepakat untuk tidak sepakat. Setelah itu, berlomba-lombalah dalam kebaikan.
mantap
BalasHapusNaif retropolis 🎬👍
BalasHapusGOOD!!
BalasHapus