Mempersiapkan Masa Depan dengan Semangat Berkurban

Oleh: Drs. Karman, M.Ag
(Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Bandung) 

الحمد لله نحمده و نستعينوه و نستغفروه و نعوذ باالله من شرور انفسنا و من سيئات اعمالنا  من يهدى الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادى له , اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له و اشهد ان محمدا عبده و رسوله لا نبى بعده, اللهم صل على محمد و على اله و صحبه اجمعين فيآيها الحاضرون اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن الا و أنتم مسلمون  . فقال الله تعال فى القرآن الكريم :
رب هب لى من الصالحين. فبشرناه بغلام حليم . فلما بلغ السعى قال يبنى انى ارى فى المنام أنى اذبحك فانظر ماذا  ترى قال يأبت افعل ما تؤمر ستجدونى إنشآء الله من الصابرين.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illallahu wallahu Akbar, Allahu Akbar Walilahil hamdu.
            Hadirin Jamaah Ied Rahimakumullah !
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan nikmat kepada kita sekalian sehingga kita dapat berkumpul di ditempat ini. Tidak lupa juga, semoga salawat dan salam terlimpah kepada junjunan kita sekalian Nabi Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya termasuk kita sekalian.
Jama’ah Ied yang dimuliakan Allah Swt.. Pada pagi yang cerah ini, ditengah-tengah suara takbir, tahlil dan tahmid yang saling bersahutan diangkasa raya, kita dapat berkumpul di tempat ini dalam rangka melaksanakan satu sunnah Rasul Saw. yaitu melaksanakan shalat Iedul Adha.  Setelah melaksanakan shalat Iedul Adha bagi kita yang hari ini mempunyai kesempatan akan melaksanakan ibadah Qurban yaitu menyembelih hewan  baik berbentuk domba ataupun sapi.
 Shalat Iedul Adha dan penyembelihan hewan qurban yang  kita lakukan sesungguhnya merupakan bentuk syukur  kita  kepada Allah Swt. atas ni’mat-Nya yang banyak (al kautsar) yang telah dikaruniakan kepada kita sekalian. Hal tersebut ditegaskan olah Allah Swt :

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)

Artinya : “ Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kenikmatan yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).
 (Q.S 108, Al Kautsar : 1-3)

Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Muhammad khususnya, dan kita semua pada umumnya telah diberi oleh Allah Swt. kenikmatan yang sangat banyak. Nikmat tersebut bentuknya bermacam-macam. Ada yang berbentuk materi dan ada pula yang berbentuk non materi. Makanan yang kita makan tiap hari, udara yang kita hirup tiap detik tanpa bayar ataupun  air yang kita minum tiap hari merupakan bentuk nikmat Allah Swt dalam bentuk materi yang nilainya tidak terhingga. Demikian juga kesehatan yang kita rasakan, waktu luang yang kita nikmati dan keimanan yang kita miliki merupakan nikmat non-materi yang nilainya sangat tinggi, tidak bisa dihitung dan dibandingkan dengan apapun. Saking besar dan luasnya kenikmatan yang diberikan oleh Allah Swt.maka bila kita berusaha menghitungnya tidak akan mampu melakukannya, sebagaimana firman Allah Swt :
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (18) ( النحل : 18)
Artinya : “Jika Engkau menghiting-hitung nikmat Allah, pasti kamu tidak akan dapat menghitungnya.” ( Q.S An-Nahl :18)

 Dikarenakan nikmat yang diberikan Allah Swt. begitu banyak maka layak  bagi kita untuk mensyukurinya. Diantara sekian banyak cara bersyukur yang diajarkan oleh Allah Swt. adalah shalat dan berkorban.
Walaupun  ibadah shalat dan qurban ini merupakan bentuk syukur kepada Allah Swt., namun  manfaatnya bukan untuk Allah Swt. tetapi untuk orang yang bersyukut itu sendiri. Artinya, semakin kita banyak bersyukur kepada Allah Swt, khususnya melalui shalat dan berkorban, maka akan semakin banyak kebaikan yang akan kita peroleh. Sebagaimana firman Allah Swt. :
وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12)
Artinya :” Dan barang siapa yang bersyukur  (kepada Allah), maka sesungguhnya  ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur , maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha terpuji.”
( Q.S Luqman : 12)

Allahu Akbar, Allahu Akbar
Hadirin Jama’ah Ied rahikumullah !
Berangkat dari pernyataan Allah Swt. di atas maka pada saat yang berbahagia ini, khatib akan mencoba mengungkap manfaat-manfaat dari pelaksanaan syukur kita kepada Allah Swt terutama manfaat ibadah Qurban.
Qurban adalah kata-kata Arab yang berasal dari kata qaruba, yang berarti “dekat”. Qurban sendiri artinya "pendekatan", yaitu pendekatan diri kepada Allah Swt. Maka melaksanakan qurban berarti melakukan sesuatu  yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt.. Sesuatu tersebut jenisnya dapat bermacam-macam, dan salah satunya menyembelih hewan.
Ibadah qurban sebagaimana ibadah-ibadah lainnya mengandung dua hal penting yaitu symbol (lambang) dan makna. Secara symbolik ibadah qurban dilambangkan dengan menyembelih binatang ternak seperti domba ataupun sapi. Qurban secara simbolik ini yang kemudian maknanya sepadan dengan kata “korban” atau “ berkorban” dalam bahasa Indonesia.
Simbol ibadah qurban dengan menyembelih binatang ternak memiliki makna yang dalam. Binatang ternak merupakan lambang hawa nafsu buruk yang ada pada diri manusia.  Nafsu buruk ini hendaknya disembelih dari jiwa manusia sebagaimana disembelihnya binatang qurban.  
Coba perhatikan dengan seksama binatang ternak. Postur tubuhnya sangat berbeda dengan manusia. Posisi kepala dan perut pada binatang sejajar sementara pada manusia tidak. Pada manusia posisi kepala berada di atas perut. Tentunya posisi tersebut bila dicermati dengan seksama akan memiliki makna yang sangat mendalam.
Kesejajaran posisi kepala dan perut pada binatang ternak mengandung makna bahwa binatang bila berpikir dan bertindak senantiasa dengan perut, sebatas perut, dan yang sesuai dengan kepentingan perut. Dalam berpikir binatang tidak pernah   jauh ke depan, tetapi cukup untuk hari ini, yang penting hari ini. Demikian juga dalam bertindak pun sama, hanya untuk kepentingan jangka pendek tidak berorientasi jangka panjang. Binatang bila ia mencari rizki tidak akan pernah mempedulikan kiri kanan, halal haram, tetapi yang penting perutnya kenyang dan terpuaskan.
Di sinilah sesungguhnya letaknya hakekat ibadah qurban. Secara symbolik menyembelih binatang ternak, tetapi maknanya adalah menyembelih nafsu-nafsu binatang yang ada pada diri kita. Nafsu serakah, ingin menang sendiri, tidak peduli terhadap sesama, ataupun nafsu aji mumpung. Bila qurban yang kita lakukan mengasilkan kesadaran semacam ini maka insya Allah qurban kita akan diterima oleh Allah Swt. Dan bila tidak menghasilkan kesadaran seperti itu maka ibadah qurban kita bisa sia-sia. Hal itu dikarenakan hakikat ibadah qurban bukan pada penyembelihan binatang ternaknya tetapi terdapat pada niat yang tulus sebagai manifestasi dari ketaqwaan. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah Swt.
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ  ( الحج : 37)
Artinya : “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik..”
 ( Q.S Al Hajj : 37).

Allahu Akbar, Allahu Akbar
Hadirin Jamaah Ied yang dimuliakan Allah Swt., setelah kita mengetahui hakikat qurban, selanjutnya kita pun akan dapat mengambil pelajaran dari peristiwa yang melatarbelakangi adanya perintah berqurban di dalam ajaran Islam yang pada gilirannya kita akan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari peristiwa tersebut.
 Sebagaimana kita ketahui ibadah qurban bermula dari pengorbanan keluarga Nabi Ibrahim a.s, yaitu Nabi Ibrahin sendiri, Nabi Ismail dan Siti Hajar r.a.. Mereka  merupakan tipe atau model manusia yang yang senantiasa siap mengorbankan egoisme dan kepentingan dirinya demi agama, manusia dan kemanusiaan, dan masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu mengambil pelajaran dari riwayat hidup dan pengorbanan mereka merupakan keniscayaan. Disamping itu pula mengambil pelajaran dari kisah-kisah masa lalu merupakan perintah Allah Swt. dan ciri orang berakal, sebagaimana firman-Nya :
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya :” Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” ( Q.S Yusuf : 111)

Kisah pengorbanan keluarga Ibrahim a.s. dituturkan dengan indah di dalam Al Quran. Kisah tersebut lengkapnya sebagai berikut :
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ (108) سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111)
Ibrahim berdoa :” Ya, Tuhan, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang akan termasuk orang –orang yang saleh.”
Maka Kami (tuhan) sampaikan kepadanya kabar gembira, dengan seorang anak yang santun.
Dan ketika dia, Ismail, telah mencapai usia untuk bekerja bersamanya, Ibrahim berkata kepadanya, “Wahai anakku, sesungguhnya akau telah melihat dalam tidurku bahwa aku menyembelih (mengorbankan) engkau. Maka pikirkanlah bagaimana perdapatmu ?
Dia, Ismail, menjawab, “ Wahai bapakku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, dan engkau akan mendapatkan diriku insya allah termasuk mereka yang sabar (tabah).”
Maka ketika mereka berdua, Ibrahim dan Ismail, itu telah pasrah, dan tatkala Ibrahim merebahkan Ismail pada wajahnya (untuk dikorbankan), Kami (Tuhan) berseru :” Wahai Ibrahim, Engkau sungguh telah membenarkan mimpimu”!
Begitulah kami (Tuhan) membalas orang-orang yang baik. Sungguh kejadian itu adalah ujian yang nyata (bagi Ibrahim).
Dan dia, Ismail, pun Kami tebus dengan seekor domba yang besar, dan Kami tinggalkanlah kepada  Ismail itu (percontohan) untuk orang-orang yang datang kemudian.
Selamat sejahtera atas Ibrahim. Dan begitulah Kami (Tuhan) membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ibrahim itu termasuk kalangan hamba-hambaku yang beriman sepenuh hati” ( Q.S al-Shaffat, 37 : 100-111)

Begitulah rekaman dalam kitab Allah tentang kisah dua insan, ayah dan anak, yang amat mengharukan; tentang dua hamba-Nya yang saleh, dua orang Rasul yang ketaatannya kepada Allah SWT. kelak akan menjadi teladan dan model bagi umat manusia.
Membaca kisah yang menyentuh hati itu, tentu timbul pertanyaan dalam diri kita: Mengapa Nabi Ibrahim tega atau sampai hati bertindak mengorbankan bocah, puteranya sendiri, yang telah lama didambakan, dan hanya dipeloreh setelah berusia cukup lanjut ? Mengapa pula Ismail, si bocah, sang putera, dengan penuh pasrah kepada Allah Swt. menyerahkan dirinya kepada ayahnya untuk dikorbankan? Tidak lain karena Ibrahim dan Ismail menyadari bahwa hidup ini tidak mempunyai arti apa-apa kecuali jika di dalamnya makna dan tujuan.  Mereka berdua  percaya bahwa makna dan tujuan hidup itu ada pada semangat berqurban yaitu upaya mendekatkan diri pada Allah SWT dan mencari keridhaan-Nya.  
Ridha Allah itulah juga mesti menjadi tujuan hidup kita. Sebab dengan ridha dan perkenan Allah itulah kita akan merasakan kebahagiaan sejati, kebahagiaan yang kekal abadi. Maka seperti dikatakan kaum sufi,” Ya Tuhan, Engkaulah tujuanku, dan ridha-Mulah yang kucari.”

Allahu Akbar, Allahu Akbar
Hadirin Jamaah Ied Rahimakumullah !
Disamping terdapat makna keridhaan Allah yang merupakan kebahagiaan yang hakiki, kisah Ibrahim pun menyiratkan sebuah pelajaran berharga tentang pengorbanan demi masa depan yang lebih baik. Sebagaimana diuraikan dalam ayat Al Qur’an di atas, kisah pengorbanan keluarga Ibrahim bermula dari doa Ibrahim a.s supaya dianugrahi seorang anak yang termasuk kelompok orang-orang yang saleh. Doa ini dipanjatkan oleh Ibrahim dalam usianya yang sudah tua tetapi belum juga dukaruniai anak. Ibrahin khawatir kalau ia meninggal tanpa seorang anak, risalah yang dibawanya tidak akan ada yang meneruskan. Maka karena itulah dari hari ke hari, minggu ke minggu, tahun ke tahun ia panjatkan doa dengan penuh kesabaran, sampai pada akhirnya doa itu dijawab oleh Allah Swt. :fabasyarnaahu bighulamin haliim (maka kami beri kabar gembira Ibrahim dengan seorang anak yang santun).
Tidak lama kemudian nampak dari rahim Siti Hajar r.a (Istri Ibrahim a.s) benih seorang anak hingga kemudian tumbuh dan membesar. Kemudian dari rahim itu lahir anak  tampan dan diberi nama Ismail. Belum lama Ismail lahir (masih kanak-kanak), tiba-tiba datang perintah Allah kepada Ibrahim untuk meninggalkan anak dan istrinya demi menunaikan misi dakwah. Hajar dan Ismail ditinggalkan oleh Ibrahim
di tengah padang pasir yang tandus dengan perbekalan yang sangat minim. Mulanya Siti Hajar khawatir ketika ingin ditinggalkan oleh suaminya. Namun  pada akhirnya ia pun mengerti setelah dujelaskan bahwa itu adalah perintah Allah Swt.. Hal tersebut diperlihatkan oleh ungkapannya setelah Ibrahim menjelaskan segalanya,” Sekarang saya mengerti dan Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.”  Ungkapan tersebut merupakan cermin keyakinan bahwa pada setiap perintah Allah Swt. terdapat hikmah dalam bentuk  kebaikan, sekalipun yang nampak seperti kesusahan. Allah Swt. akan senantiasa bersama dan menolong orang yang melaksanakan perintah-Nya.
Tidak lama setelah ditinggal pergi oleh Ibrahim, perbekalan yang ditinggalkan Ibrahim habis. Tidak ada lagi makanan yang bisa dimakan dan air yang bisa diminum. Sehingga lama kelamaan keadaan Siti Hajar dan Ismail semakin kurus kering. Siti Hajar tidak bisa lagi memberi air susu kepada anaknya sebab ia sendiri belum  makan dan minum. Tentunya, yang sangat menyedihkan Siti Hajar bukan dirinya tapi anaknya yang kelaparan dan kehausan. Karena lapar dan dahaga Ismail menangis sangat keras sampai pada akhirnya berhenti karena tidak lagi memiliki tenaga untuk menangis. Melihat kondisi anaknya seperti itu naluri keibuan Siti Hajar timbul. Ia melupakan dirinya yang sedang lemah, lapar dan dahaga ketika melihat di bukit shafa ada air yang memancar. Ia berlari ke bukit itu. Namun ketika sampai di bukit itu ia tidak mendapatkan air sedikit pun karena yang dilihatnya bukan air tetapi fatamorgana.
Ketika berada di shafa ia teringat pada anaknya yang sedang tergolek lemah di atas padang pasir panas dan tandus, kemudian ia kempali ke tempat anaknya tergolek yaitu di bukit Marwah. Sesampainya di Marwah, ia melihat anaknya masih hidup. Dari Marwah ia melihat lagi air memancar di bukit shafa. Kemudian ia berlari lagi ke bukit Safa. Namun untuk kedua kalinya ia tidak menemukan apa-apa kecuali hamparan padang pasir yang memutih. Kemudian ia kembali lagi ke bukit Marwah untuk melihat anaknya yang sedang kelaparan dan kehausan. Lari dai Marwah ke Safa dan dari Safa ke Marwah terus dilakukan oleh Siti Hajar sampai tujuh kali balikan hingga ia kelelahan tidak berdaya lagi. Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam salah satu prosesi ibadah haji yang di sebut dengan sa’i.
Setelah lelah berlari-lari dari marwah ke shafa dan sebaliknya selama tujuh balikan, kemudian Siti Hajar kembali ke tempat anaknya tergolek tidak berdaya. Ia berdoa dan pasrah kepada Allah Swt.. Doa dan kepasrahan ini dijawab oleh Allah Swt.dengan ditemukannya tumpukan pasir yang basah dekat Ismail. Kemudian tumpukan itu ditusuk dengan telunjuk Siti Hajar. Maka datanglah sebuah mujizat. Dari tumpukan pasir basah itu keluar air. Melihat hal itu Hajar sangat gembira, kemudian ia menggali pasir itu dan mengumpulkannya sambil berkata : Zamzami-zamzami ! ( berkumpulah kepadaku, Wahai air! berkumpullah kepadaku, wahai air!).
Mujizat air zam zam merupakan buah cinta dari seorang ibu. Mujizat ini tidak hanya telah memberi minum pada seorang anak yang sedang kehausan tetapi juga telah memberi minum pada setiap musafir dan kafilah  (rombongan) dagang yang melewati padang pasir. Air ini telah mengubah padang pasir yang panas dan tandus menjadi tempat ramai yang banyak dikunjungi orang. Para pedagang bertemu di sini. Tidak sedikit diantara mereka melakukan transaksi. Akibatnya, sedikit demi sedikit tempat ini kemudian menjadi kota perdagangan penting yang dikemudian hari disebut dengan kota Mekah Al Mukarromah. Kota mulia yang penuh berkah. Di kota yang penuh berkah inilah, Ismail dibesarkan hingga usia dewasa.
Ketika Ismail menginjak usia dewasa, Ibrahim a.s- sang ayah pulang dari misi dakwahnya. Ibrahim sangat suka cita bertemu dengan anaknya yang tampan lagi santun yang selama ini diidam-idamkannya. Namun, tidak lama berselang Allah Swt. menguji keimanan dan ketaatan Ibrahim a.s untuk kedua kalinya. Melalui mimpi Ibrahim a.s. disuruh Allah Swt. untuk menyembelih anaknya yang semata wayan itu. Ibrahim sadar bahwa itu ujian dan ia tahu bahwa dibalik ujian itu ada hikmah yang tersembunyi.
Namun demikian dalam melaksanakan tugas itu, Ibrahim tidak berlaku otoriter walaupun sesungguhnya ia bisa. Ibrahim terlebih dahulu memanggil anaknya dan berdialog dengannya. Ia meminta pendapat anaknya tentang mimpinya itu. Anaknya yang dibesarkan oleh seorang ibu yang sabar menanggapi pertanyaan itu dengan santun seraya berkata :”Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu. Insya Allah Engkau akan menemuiku dalam kelompok orang-orang yang sabar.”
Allahu Akbar, Allahu Akbar !
Hadirin Jamaah Ied Rahikumullah !
Kisah perjalanan keluarga Ibrahim di atas memberikan banyak pelajaran bagi kita sekalian. Di sana ada pengorbanan. Disana ada teladan. Di sana ada dialog. Dan di sana ada kekuasaan Allah Swt. yang tidak terhingga.
Ibrahim, Hajar, dan Ismail merupakan simbolisasi manusia yang mau mengorbankan kesenangan dan egoisme dirinya masing-masing demi masa depan yang lebih baik. Masa depan tersebut bukan hanya untuk dirinya  tetapi juga untuk masyarakat banyak.
Ibrahim telah meninggalkan istri yang dicintainya dan anak yang diidam-idamkannya demi menunaikan panggilan dakwah. Ia pun siap menyembelih anak semata wayannya demi melaksanakan perintah Allah Swt. Nafsu egoismenya dalam bentuk cinta terhadap anak dan istrinya dia korbankan demi masa depan agama dan ummatnya. Hal tersebut dikarenakan dia yakin bahwa kebahagiaan tidak terletak pada nafsu egonya, pada anak dan istrinya, tetapi pada keridhaan Allah Swt..
Sebagai seorang pemimpin keluarga yang memiliki otoritas (kekuasaan) penuh untuk menyembelih anaknya karena atas nama Allah, Ibrahim tidak menggunakan otoritasnya itu secara sewenang-wenang. Namun, terlebih dahulu ia mengajak anaknya berdialog supaya lebih paham dan mengempati perintah Allah tersebut. Gaya kepemimpinan dialogis dan demokrastis inilah yang salah satunya menyebabkan Ismail begitu pasrah ketika akan disembelih. Hal tersebut dikarenakan Ismail paham dan sadar apa yang dilakukan ayahnya itu merupakan perintah Allah Swt. yang dibalik perintah  itu tersembunyi hikmah (rahasia-rahasia kebajikan) walaupun kelihatan sepintas seperti merugikan.
Pengorbanan Siti Hajar pun tidak kalah hebatnya. Ia siap ditinggal berdua dengan anaknya di tengah padang pasir yang tandus demi mendorong suamin untuk melaksanakan Allah Swt.. Pengorbanan selanjutnya diperlihatkan pada saat melihat anaknya kelaparan. Dengan tanpa memperhitungkan rasa lelah dan capai, ia berlari-lari dari marwah ke shafa dan sebaliknya sebanyak tujuh balikan demi anaknya. Ia korbankan kelelahan yang dirasakannya demi sang anak yang dicintainya. Ia sembelih egoisme dirinya demi masa depan yang lebih baik bagi anaknya.
Pengorbanan dan kesabaran Ibrahim dan Siti Hajar nampaknya sangat berpengaruh terhadap putranya, Ismail. Ismail tumbuh di tangan ibu yang sabar dan penuh pengorbanan. Bagi Ismail semangat berkorban dan sabar bukan hal yang baru, tetapi ia merasakan dan melihatnya dalam kehidupan sehari-hari.  Kesabaran dan pengorbanan tidak hanya didengarnya dari mulut dalam bentuk khotbah ibu dan bapaknya, tetapi ia rasakan langsung dari perilaku kedua orang tuanya. Dengan tidak terasa ia meneladani perilaku kedua orang tuanya itu  tanpa mesti dikhotbahi dan dinasehati. Pengorbanan dan kesabaran sebagai hasil keteladanan diperlihatkan oleh Ismail ketika ia menjadi obyek perintah Allah Swt. sebagai alat berkorban (mendekatkan diri ) Ibrahim a.s kepada Allah Swt. Tanpa basa basi ia menerima dirinya untuk disembelih.
Apa  yang dilakukan oleh Ibrahim dan Siti hajar adalah medode pendidikan melalui model. Dan metode pendidikan ini termasuk  metode paling mudah untuk  membangun karakter dan perilaku baik dari anak didik. Dan sebaliknya metode pendidikan  tanpa model termasuk metode paling sulit dalam mambangun karakter dan perilaku anak didik, sebagaimana dijelaskan oleh seorang pakar pendidikan modenn," Anak sekarang ini lebih berat dalam memahami  kebenaran, sebab ia  sering diajari kebenaran tetapi sulit mencari contoh".


Allahu Akbar, Allahu Akbar !
Hadirin Jamaah Ied yang dicintahi Allah Swt.
Pengorbanan keluarga Ibrahim a.s yang dipaparkan di atas bisa dijadikan pelajaran bagi kita dalam membangun masa depan yang lebih baik. Mulai dari masa depan kita sendiri, masa depan keluarga sampai pada masa depan bangsa yang kita cintai ini. Sisi pelajaran tersebut secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pertama, bila kita ingin sukses dalam kehidupan, ingin mendapat masa depan yang lebih baik dan ingin mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, hendaklah belajar mengorbankan sedikit nafsu ego kita yang terdapat dalam bentuk kesenangan-kesenangan sesaat. Bila kita ingin sehat lahir dan batin hendaklah meninggalkan hal-hal yang akan merusaknya walaupun semua  itu akan menyenangkan diri kita. Bila ingin sehat badan tinggalkanlah rokok, minuman keras, narkoba dan lain sebagainya. Bila kita ingin sehat batin, tinggalkanlah dengki, marah, dendan, ujub, riya, fitnah, adu domba dan sifat buruk lainnya. Walaupun kesemua itu kalau kita lakukan akan mendatangkan kesenangan sesaat bagi fisik dan jiwa .
Kedua, bila kita ingin memiliki keluarga yang sakinah (penuh ketentraman), mawaddah ( penuh cinta) dan rahmah ( penuh kasih sayang) maka di dalam keluarga itu harus dibangun kebiasaan berkorban, keteladanan dan membuka ruang dialog untuk anggota keluarga. Seorang ayah yang baik ia akan berani mengorbankan kesenangan dirinya demi masa depan anggota keluarganya. Seorang ayah yang baik bila ia dihadapkan pada dua pilihan antara membeli rokok sebagai kesenangannya dengansekolah anaknya, pasti dia akan memililih membayar sekolah. Bila seorang ayah yang baik dihadapkan pada dua pilihan antara rokok dan susu untuk anaknya maka pasti ia akan membeli susu.. Ia akan mengorbankan egoisme dirinya demi masa depan anak yang lebih baik. Inilah contoh kecil dari bentuk pengorbanan seorang ayah demi masa depan yang lebih baik bagi keluarganya. Banyak lagi pengorbanan yang bisa dilakukan oleh seorang ayah bila ingin menghantarkan keluarganya ke pintu gerbang kebahagian dunia dan akhirat.
Disamping jiwa pengorbanan, seorang ayah pun akan senantiasa membuka ruang dialog bagi anggota keluarganya walaupun mungkin dia memiliki kekuasaan penuh dikeluarga itu. Setiap persoalan yang dihadapi oleh anggota keluarga akan dicarikan pemecahannya melalui dialog, walaupun keputusan terakhir mungkin ada di tangan sang ayah.
Dalam sebuah keluarga tidak hanya ayah, seorang ibu pun dituntut jiwa pengorbanannya. Seorang ibu yang baik apabila dihadapkan kepada pilihan membeli makanan yang bergizi untuk anaknya dengan membeli berbagai macam perhiasan demi kesenangan dirinya, pasti ia lebih mengutamakan membeli makanan bergizi. Demikian pula bila ia dihadapkan pada pilihan antara membeli baju baru dan membayar uang pendidikan anaknya, pasti akan memilih yang kedua.
Jiwa pengorbanan dan terbuka dari kedua orang tua pada gilirannya akan diteladani oleh sang anak. Sebab kedua orang tua pada dasarnya termasuk orang lain yang paling bermakna atau berpengaruh (significant others) bagi seorang anak baik pada pikiran, perilaku dan perasaannya. Apa yang dilakukan dan diucapkan oleh kedua orang tua akan ditiru dan diteladani sedikit demi sedikit oleh anaknya. Oleh karena itu ketika orang tua memberikan teladan yang baik dan membuka ruang dialog seluas-luasnya, anak-anaknya tidak akan lagi mencari teladan dan idola di luar. Demikian juga bila ada persoalan di luar atau pun di dalam rumah, mereka tidak akan mencari solusi pada Narkoba atau Geng Motor, sebab ruang dialog terbuka lebar-lebar di dalam rumahnya. Mengenai pengaruh signifikan keteladan orang tua, digambarkan   oleh Dorothy Law Nolte dalam bentuk puisi indah:






Anak Belajar Dari Kehidupan

Jika anak dibesarkan dengan celaan,
Ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan  dengan permusushan,
Ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemooh,
Ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
Ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
Ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
Ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
Ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan,
Ia belajar keadilan
Jila anak dibesarkan dengan rasa aman,
Ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
Ia belajar menyenangi diri,
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
( Lihat : Jalaluddin Rachmat, Psikologi Komunikasi, hal. 102-103)

Sesuai dengan tema perbincangan kita maka puisi di atas dapat dapat ditambah dengan beberapa baris lagi yaitu :

Bila anak dibesarkan dengan pengorbanan,
Ia belajar tahu diri
Bila anak dibesarkan dengan dialog,
Ia belajar membuka diri

Ketiga, bila negara dan bangsa ini ingin keluar dari krisis dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik, juga mesti ada jiwa pengorbanan, keteladanan dan dialog dari seluruh komponen bangsa. Ketiga jiwa di atas mesti dimulai dari orang-orang yang diberi kepercayaan mengelola negeri ini, baik eksekutif, legislatif ataupun yudikatif.
Rakyat itu sama dengan anak yang digambarkan dalam puisi Dorothy di atas. Rakyat akan belajar dari perilaku para pemimpinnya. Bila pada para  pemimpin bangsa ini  terdapat jiwa berkorban, keteladanan dan dialog, insya Allah rakyat pun akan mau berkorban dan dialog dalam memecahkan segala persoalan yang pada gilirannya akan membantu pemerintah keluar dari krisis multidimensi ini. Namun jika tiga hal tersebut tidak ada pada para pemimpin kita, sulit bisa dibayangkan rakyat mau berkorban demi negara dan bangsanya.
Jangan berharap rakyat mau berkorban bila para pemimpinnya masih mementingkan diri dan kelompoknya. Jangan berharap rakyat rela menahan lapar dan dahaga bila pada saat yang sama para pemegang kukuasaan di negeri ini memamerkan kemewahannya dengan membeli mobil dan rumah baru yang harganya ratusan juta hasil  ngutang. Jangan berharap rakyat mau menanggung beban kenaikan listrik, BBM atau pulsa telepon bila pada saat yang sama di BUMN yang mengelola kebutuhan tersebut masih terjadi korupsi yang jumlahnya sangat pantastis. Jangan berharap rakyat dapat menerima rasionalisasi berbagai macam kenaikan kebutuhan primernya, sementara para penjarah negara atau koruptor masih dibiarkan hidup tenang menikmati hasil jarahannya. Jangan berharap rakyat mau meyelesaikan persoalan-persoalannya dengan dialog bila pada saat yang sama para elit mempertontonkan kekuatan fisik ketika bersidang dan lebih memilih memisahkan diri dari kelompoknya bila ada perselisihan paham bukannya berdialog. Jangan berharap rakyat mau hidup sederhana bila pada saat yang sama para pemimpinnya bersenang-senang jalan-jalan ke luat negeri dengan menghabiskan uang hasil ngutang yang pembayarannya dibebankan kepada rakyat banyak. Dan jangan berharap rakyat menuruti kata penguasa bila tidak memberikan teladan yang baik.
Dengan demikian bila negara ini mau didukung oleh rakyat yang pada gilirannya akan membantu keluar dari krisis, maka mulailah dari para penguasa untuk mengorbankan nafsu egonya, nafsu rakusnya, dan nafsu ingin berkuasanya. Mulailah memberi teladan yang baik pada rakyat. Dan mulailah  membangun kebiasaan dialog dalam menyelesaikan persoalan terutama bila itu terjadi dilingkungan internal para penguasa, apa itu di partai ataupun di pemerintahan. Sebab bila dengan anggota kelompok sendiri  tidak mampu membangun dialog, mana bisa membangun dialog  dengan kelompok lain. Bila dalam pemerintahan sendiri sudah tidak ada diaolog dan kebersamaan, mana bisa membangung dialog dan kebersamaan dengan rakyat banyak.

Allahu Akbar, Allahu Akbar !
Jamaah Ied Rahimakumullah !
Terakhir, marilah kita merundukan hati dan kepala kita, memohon kepada Allah Swt. semoga kita semua diberi petunjuk sehingga bisa keluar dari berbagai persoalan berat yang sedang kita hadapi. Kita juga bermohon semoga kita, keluarga kita, dan para pemimpin kita dibimbing oleh Allah Swt. ke jalan yang lurus, jalan yang dapat menghantarkan kita, keluarga kita dan negara kita ke pintu kebahagiaan.

أللهم صلى على محمد وعلى اله و صحبه اجمعين . ربنا لا تؤخذنا ان نسينا او اخطأنا ربنا ولا تحمل علينا اصرا كما حملته على الذين من قبلنا ربنا ولا تحملنا ما لا طاقة لنا به و اعف عنا واغفر لنا و ارحمنا انت مولانا فانصرنا على القوم الكافرين. ربنا هب لنا من ازواجنا و ذريتنا قرة اعين و اجعلنا للمتقين اماما. ربنا آتنا فى الدنيا حسنة و فى الآخرة حسنة و قنا عذاب النار.
اللهم انك تعلم ان هذه القلوب قد اجتمعت على محبتك و التقت على طاعتك و توحّدت على دعوتك و تعاهدت على نصرة على شريعتك فوثّق اللهم رابطتها و ادم ودَّها و اهدها سبلها و املاءها بنورك الذى لا يخبو و شرح صدورها بفيض الايمان بك و جميل توكل عليك و احيها بمعرفتك و امتها على شهادة فى سبيلك انك نعم المولى و نعم النصير.

Ya. Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Ya, Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada umat sebelum kami. Ya, Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Ma’afkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap orang kafir.
Ya, Allah Engkau mengetahui bahwa hati-hati (yang berkumpul di tempat) ini telah berkumpulkarena mencintai-Mu, bertemu untuk (mematuhi) perintahmu, telah bersatu dalam memikul beban dakwah (ke jalan) Mu. Hati-hati (yang berkumpul ditempat) ini telah mengikat janji setia untuk mendukung syariat-Mu, maka eratkanlah Ya, Allah ikatannya. Kekalkanlah kemesraan antara hati-hati ini. Tunjukilah hati ini kejalan-Nya (kebenaran). Penuhilah (hati ini) dengan cahaya-Mu yang tidak kunjung padam. Lapangkanlah hati-hati ini dengan limpahan iman/keyakinan dan keindahan tawakal kepadamu. Hidup suburkanlah hati-hati ini dengan ma’rifat (pengetahuan) tentang-Mu. (Jika Engkau mentaqdirkanmati) maka matikanlah pemilik hati-hati (yang berkeumpul) disini sebagai para syuhada pejuang agama-Mu. Engkaulah sebagaik-baik sandaran dan sebaik-baik penolong. 

سبحان ربك رب العزة عما يصفون و السلام على المرسلين و الحمد لله رب العالمين.

Posting Komentar untuk "Mempersiapkan Masa Depan dengan Semangat Berkurban"