Kita harus agak hati-hati dengan kerja sama atau persatuan yang didasarkan pada adanya musuh bersama (common enemy). Karena jika common enemy nya sudah hilang, kemungkinan besar yang tadinya bekerja sama akan pecah lalu saling berkonflik. Oleh karena itu kalau kita menghendaki persatuan dan kerja sama yang hakiki, harus dicari kesamaan-kesamaan lain daripada hanya sekedar kesamaan musuh.
Dulu sekitar tahun 1970an saat masih terjadi perang dingin antara kapitalis dan komunis, Amerika mendanai dan melatih Al Qaidah untuk melawan Uni Soviet. Dalam hal ini Islam dan kapitalis bersatu melawan musuh bersama yakni komunisme. Namun setelah Uni Soviet runtuh apa yang terjadi? Pada perang Irak justru kapitalis dan Islam berseteru. Al Qaidah yang tadinya alat Amerika untuk melenyapkan komunisme malah diperangi dengan dalih memerangi terorisme.
Di Indonesia pun begitu. Saat masih ada PKI,kapitalis dan Islam bersatu mengganyang PKI. PKI sudah bubar, akhirnya kapitalis dan Islam (politik) kembali tegang. Permintaan untuk merehabilitasi Masyumi ditolak oleh Soeharto. Islam di cap sebagai ideologi kanan yang mengancam pemerintahan seperti hal nya PKI, dan pancasila didoktrinkan sebagai ideologi tunggal.
Walaupun untuk kasus Indonesia, di akhir-akhir masa orde baru, pemerintahan mengakomodasi kelompok muslim dengan mendirikan ICMI. Lalu simbol-simbol keIslaman mulai ramai muncul di ruang publik. Yang masih tetap di larang ketika orde baru adalah Islam politik.
Sebenarnya agak aneh, kenapa dalam kasus Soviet dan PKI umat Islam bisa kompak dengan kapitalis menghancurkan komunisme. Padahal kalau kita baca al quran banyak ayat yang berbicara mengenai perlawanan terhadap kemiskinan, penindasan, kesetiakawanan sosial, yang juga jadi tema utama perjuangan komunis.Menurut saya penyebabnya adalah karena komunisme identik dengan ateisme, terlebih perkataan Marx bahwa agama itu candu. Hal ini membuat umat Islam sangat bersemangat melawan komunis. Kalau saja si Marx itu bukan ateis, dan komunis mengakomodasi pemikiran-pemikiran keagamaan, mungkin tidak akan seperti itu jadinya.
Saya yakin si Marx itu sebenarnya gak benar-benar ingin jadi ateis. Dia hanya kecewa karena pada waktu itu agama dan tuhan hanya dijadikan alat untuk melanggengkan eksploitasi kaum borjuis terhadap proletar. Akhirnya dia benci tuhan dan agama. Coba kalau Marx membaca Al Quran, mungkin dia bakal kaget karena ada kitab suci yang mengatakan bahwa orang yang tidak membela yang lemah adalah pendusta agama. Mungkin Marx belum baca itu.
Dulu sekitar tahun 1970an saat masih terjadi perang dingin antara kapitalis dan komunis, Amerika mendanai dan melatih Al Qaidah untuk melawan Uni Soviet. Dalam hal ini Islam dan kapitalis bersatu melawan musuh bersama yakni komunisme. Namun setelah Uni Soviet runtuh apa yang terjadi? Pada perang Irak justru kapitalis dan Islam berseteru. Al Qaidah yang tadinya alat Amerika untuk melenyapkan komunisme malah diperangi dengan dalih memerangi terorisme.
Di Indonesia pun begitu. Saat masih ada PKI,kapitalis dan Islam bersatu mengganyang PKI. PKI sudah bubar, akhirnya kapitalis dan Islam (politik) kembali tegang. Permintaan untuk merehabilitasi Masyumi ditolak oleh Soeharto. Islam di cap sebagai ideologi kanan yang mengancam pemerintahan seperti hal nya PKI, dan pancasila didoktrinkan sebagai ideologi tunggal.
Walaupun untuk kasus Indonesia, di akhir-akhir masa orde baru, pemerintahan mengakomodasi kelompok muslim dengan mendirikan ICMI. Lalu simbol-simbol keIslaman mulai ramai muncul di ruang publik. Yang masih tetap di larang ketika orde baru adalah Islam politik.
Sebenarnya agak aneh, kenapa dalam kasus Soviet dan PKI umat Islam bisa kompak dengan kapitalis menghancurkan komunisme. Padahal kalau kita baca al quran banyak ayat yang berbicara mengenai perlawanan terhadap kemiskinan, penindasan, kesetiakawanan sosial, yang juga jadi tema utama perjuangan komunis.Menurut saya penyebabnya adalah karena komunisme identik dengan ateisme, terlebih perkataan Marx bahwa agama itu candu. Hal ini membuat umat Islam sangat bersemangat melawan komunis. Kalau saja si Marx itu bukan ateis, dan komunis mengakomodasi pemikiran-pemikiran keagamaan, mungkin tidak akan seperti itu jadinya.
Saya yakin si Marx itu sebenarnya gak benar-benar ingin jadi ateis. Dia hanya kecewa karena pada waktu itu agama dan tuhan hanya dijadikan alat untuk melanggengkan eksploitasi kaum borjuis terhadap proletar. Akhirnya dia benci tuhan dan agama. Coba kalau Marx membaca Al Quran, mungkin dia bakal kaget karena ada kitab suci yang mengatakan bahwa orang yang tidak membela yang lemah adalah pendusta agama. Mungkin Marx belum baca itu.
Posting Komentar untuk "Common Enemy"