Hari valentine sudah
tidak asing ditelinga masyarakat Indonesia. Diperingati tanggal 14 Februari
setiap tahunnya, memberi coklat kepada kekasih merupakan ritual wajib hari
Valentine. Hari ini disebut juga hari kasih sayang, dimana sepasang kekasih
mengekspresikan rasa sayangnya satu sama lain.
Ada fenomena dalam
masyarakat yang bisa kita amati melalui media sosial, yakni penolakan atau kritik
terhadap hari Valentine. Kita dapat melihat foto delfie yang beredar di
internet, sambil membawa kertas bertuliskan, “I’m Moslem, Say No To Valentine
Day”. Alasan kritik tersebut adalah karena Valentine adalah budaya barat dan
bukan budaya Islam. Oleh karena itu Hari Valentine harus ditolak.
Tentu ada juga
masyarakat yang tidak mempermasalahkan Valentine dan dianggap sebagai
peringatan hari kasih sayang semata. Kita bisa lihat di ruang publik seperti
pusat perbelanjaan yang memasang pernak-pernik hari Valentine. Tentu motif dari
hal ini adalah murni bisnis semata.
Bagi penulis,
peringatan hari Valentine memang perlu dikritisi, namun bukan dengan alasan
karena itu budaya barat. Ada dua poin yang menjadi argumen utama penulis dalam
mengkritik hari Valentine:
Pertama, hari valentine
memicu peningkatan seks bebas pada remaja.
Pernyataan tersebut bukan tanpa data, di daerah Pontianak penjualan
kondom meningkat sampai dengan 500% saat memasuki hari Valentine. Hal tersebut
dapat menjadi indikator, bahwa pada remaja rentan memanfaatkan momen Valentine
sebagai free sex day. Tentu seks bebas adalah berbahaya karena dapat
menghancurkan masa depan generasi muda.
Kedua, hari valentine
memaknai kasih sayang hanya sekedar hasrat bercinta antara sepasang kekasih
yang sedang dimabuk asmara. Padahal makna kasih sayang lebih luas dari itu.
Cinta erotis yang dialami sepasang remaja yang masih labil biasanya sangatlah
rapuh dan bukan cinta yang sesungguhnya. Ada kasih sayang lain yang lebih
substantif dan sejati, misalnya kasih sayang orang tua terhadap anaknya, kasih
sayang antar pemeluk agama yang berbeda mazhab, atau kasih sayang antar manusia
tanpa memandang suku, agama, ras atau golongan.
Oleh karena itu perlu
ada pemaknaan kembali hari kasih sayang menjadi kasih sayang yang lebih
susbtantif. Kasih sayang sejati ini dapat kita temukan pada diri Rasulullah
SAW. Saat peristiwa penaklukan Mekkah. Sebenarnya cukup adil kalau Rasulullah
SAW. Menawan penduduk Mekkah karena
perilaku mereka yang tidak suka terhadap dakwa Rasulullah. Namun karena kasih
sayangnya, Rasulullah membebaskan mereka, dan tidak memaksa mereka masuk Islam.
Namun karena kasih sayangnya pula, penduduk Mekkah malah berbondong-bondong
masuk Islam.
Kasih sayang yang
substantif ini pula yang agaknya perlahan menghilang dalam kehidupan berbangsa
kita. Agaknya kita sering melihat jalan kekerasan menjadi pilihan utama dalam
menyelesaikan masalah. Lalu kita juga melihat bahwa tindakan intoleransi SARA
sudah dilakukan secara terang-terangan. Baik perilaku kekerasan maupun
intoleransi tidak akan terjadi kalau kita benar-benar memahami dan mengamalkan
kasih sayang substantif dalam kehidupan kita.
Posting Komentar untuk "Hari Valentine dan Makna Kasih Sayang"